Senin, 15 Desember 2014

Peri Kecil yang Sirna (Berbahagialah dalam Kegelapan) #part 5 - Bolehkah Aku Jatuh Cinta?

Dag dig dug dag dig dug dag dig dug. 
"Sirna.. Sirna.." 

Panggil sebuah suara khas yang biasa aku dengar. Suara yang menggambarkan ketulusan hatinya. Suara yang mampu mengungkapkan rasa cintanya. Suara yang anggun meski terdengar telah menua. 

Ku coba perlahan membuka mata. Hingga semua di ruangan itu nampak olehku. Tuhan, benarkah ini? Aku lolos dalam satu ujianmu kali ini. Aku masih bernyawa. Satu, aku telah sembuh satu. Dari belasan tahun telah sembuh satu. Berarti butuh puluhan tahun untukku sembuh dari semua penyakitku. 

"Apa yang kamu rasakan sayang?" tanya bunda. 
"Sakit bunda." jawabku. 
"Beristirahatlah, agar keadaanmu membaik." 
"Baik bunda." 

Bunda, betapa banyak perjuangan dan pengorbananmu untukku yang jelas-jelas bukan anak kandungmu. Bunda, aku hanya merasa bingung. Bingung memikirkan cara untuk membalas jasamu.. kebaikanmu.. kemurahan hatimu. 

*** 
Hari ini bunda harus mengurus panti karena akan ada tamu yang datang men-survei panti kami. Yaa semua orang di panti sibuk. Dan aku harus mengerti, hari ini aku harus di sini sendiri. 

Sekitar pukul 03:00 dini hari, dari mata yang belum terbuka sepenuhnya aku melihat seorang laki-laki bertubuh tegap, putih, agak sedikit sipit, dan sepertinya baru berumur 20 tahunan. Ia datang dengan pakaian putih-putih. Apakah dia dokter? Tapi bukan dia yang menanganiku. Kemudian dia tersenyum, sangat manis. Aku suka senyumannya saat itu. Lalu bibirnya yang merah dan tipir mulai bermain kata. Dia bicara, suaranya membuat tubuhku berasa dingin menggigil dan bergetar. 

"Namamu Sirna?" 
"Ya, anda siapa?" 
"Saya Arshi, saya yang akan bertugas menggantikan dokter pribadimu." 
"Memangnya, dokter Gunawan kemana?" 
"Kamu belum tahu?" 
"Tahu? Tahu apa? Aku tidak mengerti, dok." 
"Satu minggu yang lalu, beliau meninggal dunia." 
"Ya Tuhan, innalillahi.. Lalu?" 
"Ya, memang sudah waktunya beliau meninggal. Tapi jangan takut, mulai saat ini, saya yang akan bertanggungjawab terhadap kesehatanmu." 
"Terima kasih, dok." 

Dag dig dug dag dig dug 

Jantungku kembali memacu, seolah sedang berlomba di pacuan kuda. Cepat hingga langkah Dokter Arshi keluar dari kamar inapku. Dia tampan sekali. Baik, ramah. Ah ada apa ini? Mengapa aku hanya ingin memujinya? Tuhan perasaan apa ini? Belum pernah aku merasakan hal menyenangkan seperti ini. Rasanya aku ingin segera bertemu dengannya. 

Tuhan, apakah ini cinta? Tapi Tuhan mungkinkah aku bisa mencintai orang lain selain diriku sendiri? Tuhan, aku takut jatuh cinta. Rasanya seperti saat aku mendapat tawaran operasi. Aku senang tapi aku takut. 

Dan Tuhan, jika memang ini benar cinta. Bolehkah aku jatuh cinta?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar