Selasa, 16 Desember 2014

The Last Message

ku kosongkan fikiranku untuk sejenak ku lelapkan diri dalam mimpi. Membuai diri dengan angan yang tak jauh tentang cinta. Sudut demi sudut ku temui bayangan. Kelam gelap dan samar. Seperti bayangan wajah, tapi tak jelas bayangan siapa.
Hingga matahari membuat kening ku mengkerut. Ah sudah pagi ternyata. Dengan malasnya ku himpitkan kembali kulitku dengan ranjang di kamarku. Tiba tiba ku tersentak "oh Tuhan! Ini kan hari senin? Jam berapa ini?!" ku bergegas mencari hp untuk melihat jam. 06:20 dengan spontan ku tepuk keningku dengan telapak tanganku. Sial! Karna mimpi itu aku harus terburu-buru pergi ke sekolah.
Ku tinggalkan meja makan, aku pamit sambil berlari segera menuju motorku di garasi rumahku.
****
Disekolah Shifa dan El tampak gelisah menunggu kedatanganku. Mereka tak sabar ingin mendengar cerita tentang mimpi itu yang sebelumnya pernah datang juga di tidurku. Waktu menunjukan pukul 06:57. Tapi aku belum jua sampai di sekolah. Hingga bel pun berbunyi. "teet teet teet"
El pun menggerutu, "gila ni anak! Tumben banget telat ampe bel gini! Haduuh, udahlah masuk aja yok fa?!"
"yaudah deh, sorry ya daf gua duluan." sambung shifa.
Tak lama aku pun tiba dan langsung berteriak memanggil shifa dan el. "El!! Shifa!! Tungguin gue!"
Sambil membawa tas ransel dan beberapa jinjingan aku menghampiri mereka.
"haduh! Gara gara mimpi itu gue telat! Sial sial sial!"
"Jaelah emang dateng lagi tu mimpi?" sambar El.
"Ntar aja deh ceritanya, udah masuk tau!" ucap shifa.
Tak lama setelah kami masuk kelas, datang Pak Ujang guru mata pelajaran Pkn. Untung tugas tugas sudah ku selesaikan tadi malam.
Fuuh aku menghela nafas panjangku.
"Baiklah bapak akan mulai mengabsen terlebih dahulu."
Pak Ujang mengabsen dan aku masih sibuk mengibaskan kertas ke leher ku karena kepanasan.
"Daffa Aurelya Sagita" panggil pak Ujang.
"hadir pak!" sahutku.
Ya itulah namaku Daffa Aurelya Sagita kebanyakan orang memanggilku dengan sebutan Daffa. Aku adalah anak pertama dari dua bersaudara, aku duduk di kelas sepuluh di salahsatu SMA Negeri di Bogor. Aku mempunyai dua sahabat, Ashifa Perdana Pratiwi dan Ellias Mahdika Ananda. Mereka sahabatku sejak SMP. Mereka sudah ku anggap seperti saudaraku sendiri.
Akhirnya bel pelajaran pun usai. Aku dan kedua sahabatku berkumpul.
"Non, ceritaiin!" pinta shifa dengan nada manja.
"oke, jadi gini semalem dan malem kemarennya gue mimpi. Gue dateng ke tempat yang sepi banget, disana ada satu ruangan. Kotor banget dan gelap juga tapi gatau kenapa ada sesuatu yang maksa gue buat masuk, setelah masuk gue perhatiin tiap sudut di ruangan itu. Di pojok kanan gue liat sosok cowok tinggi tapi karna ga jelas gue ga bisa ngenalin muka nya. Soalnya gelap banget. Kayanya tuh cowo kesepian gimana gitu. Gue jadi penasaran sama mimpi gue sendiri, fa, el."
"jiaah yaudah ntar malem lu lanjutin dah tu mimpi. Hahaha biar ga penasaran. Ntar kalo lu udah tau cerita lagi. Oke? Sekarang kita ke parkiran ngambil motor lu biar gue yang bawa gue mau ngajak kalian ke suatu tempat!" ujar el.
"yah gue ga ikut ya? Lemes banget nih." keluh shifa yang nampaknya memang tidak enak badan.
"yaah gaseru ah, tapi yaudah deh dari pada lu sakit. Istirahat ya dirumah." ujarku sambil menaiki motor.
"duluan fa! Daaah"
aku menaiki beat hitam milikku. tapi El yang memboncengku. Aku sedikit bertanya tanya, tempat apa yang ingin El datangi? di perjalanan El tak henti membawakan tembang nostalgia sewaktu kami masih smp. lagu itu dia nyanyikan dengan suka cita. Tapi tiba tiba El me-ngrem mendadak sehingga keningku terbentur helm nya.
"kenapa sih?! Sakit tau jidat gue!" teriak ku lirih
"sorry sorry daf, tadi ada kucing lewat jadi gue nge-rem mendadak deh." ujar El.
"jaelahh elliaas. Eh masih jauh gak sih? Pegel nih gue!" tanya ku geram
"noh di depan. Dikit lagi sampe kok!" seru el sambil menunjuk ke arah danau.
Rasa kesalku sedikit mereda. Danau itu terlihat cantik sekali. terdapat beberapa pohon besar di sekitarnya. Dan lihatlah banyak sekali pohon pohon mawar disekitarnya. Ada yang berwarna merah juga. ah elliaas, kau membuatku tenang saat ini.
"Nah udah nyampe, bagus kan tempatnya?" tanya el
"bagus el, bagus banget. gue suka banget!" ucapku dengan terkagum
"turun yuk kita maen disana!"
"yuk!"
Aku dan el bermain bercanda dan tertawa bersama disana. Rasanya tak ingin berakhir hari itu. Aku merasa ingin terus bersama el. Aku takut kehilangannya. Oh Tuhan apa ini?
Sementara itu el terus membuatku tersenyum membuatku lupa akan lelahku. Ku lepaskan penat disana bersamanya. Hingga tak terasa fajar pun telah di ufuk barat. Kami memutuskan untuk pulang ke rumah. Aku mengantarkan el sampai rumahnya. Dan aku pun pulang ke rumah ku.
****
Di tempat lain Fathir orang yang ku sukai menghampiriku di tengah perjalananku menuju rumah. Fathir adalah orang pertama yang membuatku tak bisa tidur nyenyak dan selalu memikirkannya. Tak ku sangka hari itu dia menghampiriku.
"daffa hey! dari mana mau kemana?" tanya Fathir
"dari danau di bukit pelangi mau pulang. Fathir lu dari mana mau kemana?" tanyaku juga
"gue dari rumah temen mau balik juga. Hehe. Eh fa gue minta nomer hp lu dong!"
"ohehe mana hp lu sini gue save."
"oke thanks ya! Gue balik duluan."
"Iya samasama. Hehe. oke"
Aku tak menyangka hari ini aku merasa sangat bahagia sekali.
****
Sampai di rumah aku langsung mengirim pesan kepada el.
'el, thanks banget ya udah ngajak gue ke BP gue seneng banget hari ini. Oh iya tadi fathir minta nomer hp langsung ke gue loh. Seneng banget deh gue hari ini. Thanks banget ya!'
Ku tekan tombol send dan ku kirimkan ke nomor ellias.
Tak lama handphone ku pun berdering.
Ku tengok dari ellias.
'iya nona daffa samasama, hehe wah bagus dong. He'
Hah? hanya itu balasannya? Tumben sekali. Biasanya el akan mencablak sepanjang panjang nya. Ada yang aneh dengan diri ellias. Beda sekali, entah apa aku tun tak tahu menahu.
tertegun ku setelah membaca pesan singkat dari el. Masih terbesit di fikiranku tentang gaya pesan el yang berbeda dari biasanya. hati ini terus bertanya mengapa? ada apa? Ah mungkin aku hanya merasa aneh, mungkin saja tak ada apa-apa dengan el.
****
dirumahnya el nampak murung sekali tak seperti biasanya. Satu persatu laci meja di bukanya. Entah apa yang dia cari aku tak mengerti. Kemudian laci terakhir ia buka berharap yang dia cari dapat ditemukan, wajahnya cemas.
"ah, ini dia bukunya!" tegas ellias.
Sebuah buku yang ukurannya sedang, dengan cofer berwarna hitam telah dia genggam. Sepertinya itu buku harian miliknya, tapi sudah nampak kusam. Mungkin saja ia ingin mengingat kembali masa lalunya.
El mulai membuka lembar demi lembar atas buku itu. Kemudian ia memusatkan tatapannya pada halaman tengah. Jari telunjuknya terus bergerak sampai di akhir halaman. Dia baca dengan teliti sangat teliti. Dan kemudian bergegas mengambil bolpen dan membalikkan halaman buku tersebut. Dan mulailah el menulis. Mungkinkah dia menulis apa yang dia rasakan apa yang dia alami di buku itu? Atau dia hanya ingin mencoret coret buku itu? Entahlah aku pun tak tahu.
****
pagi ini, pelajaran dimulai pukul 08.30 karena ada pengumuman dan pergantian jadwal pelajaran. Entah mengapa aku merasa malas sekali hari ini. Ellias pun sepertinya tidak masuk hari ini. Sementara shifa masih sibuk menyiapkan karya karya ilmiah yang dia kerjakan untuk mengikuti lomba tingkat SMA se jabodetabek.
Hmm, rasanya ingin cepat berlalu pagi ini. Aku ingin segera pulang ke rumah untuk melepas penat.
Hmm tapi ada baiknya aku pergi ke rumah el untuk menanyakan ketidakhadirannya disekolah hari ini. Jika mengajak shifa pasti dia tidak bisa pergi bersamaku. Ya sudahlah biar aku saja yang pergi ke rumah el.
****
Setelah bel pulang sekolah tadi aku bergegas pergi meninggalkan sekolah. Aku langsung menuju parkiran sekolahku untuk mengambil motorku. Mengapa aku tak sabar untuk segera pergi ke rumah el. Entahlah mungkin aku kangen dia. Hihi aku tertawa kecil.
Saat aku hendak mengeluarkan motorku, nyaris saja motorku menabrak motor lain. Dan itu kan...
"Fathur? Sorry banget gue ga liat lu. Lu sama motor lu ga kenapa-napa kan?" tanyaku cemas.
"iya gapapa kok, gue sama motor gue gak kenapa napa kok. Selow aja sama gue mah. Lo keliatannya buru buru banget. Mau kemana?"
"gue mau ke rumah el, dia ga masuk hari ini. Sekalian maen aja. Hehe. Duluan ya!"
"oh iya sip!"
Ini untuk ke dua kalinya Fathir menegurku. Ah bahagianya aku hari ini. Kejadian ini akan ku ceritakan kepada el nanti sesampainya aku di rumah el.
****
Setelah sampai di rumah el, aku segera mengetuk pintu rumahnya dan mengucapkan salam.
"assalamualaikum.."
Kemudian terdengar suara dari dalam rumah yang menjawab salamku. Dan sepertinya itu tante lea, ibunya ellias.
Dan benar saja dugaanku.
"waalaikumsalam, eh daffa. Masuk sayang, ada apa kemari?"
"iya tante terimakasih. Aku mau ketemu el tante, tadi dia gak masuk sekolah kenapa ya tan? El nya ada gak tan?"
"dia sakit sayang, ada di kamarnya. Sebentar ya tante panggil dulu." 
"iya tante terima kasih."
Jadi dia sakit, hmm sakit ap ya dia. Jadi penasaran hihi.
"ada apa daf?"
"eh el, lo sakit apa? Kok gak bilang bilang sih?"
"cuma gak enak badan aja kok."
"udah minum obat lu? Makanya jangan kebanyakan maen hehe."
"alaaah kan maennya juga sama lu fa!" ujar el sambil mengelus kepalaku.
aku tersipu, wajahku mungkin memerah karna kata kata itu. ahh el pertanyaan yang sebelumnya aku tujukan untukmu kini menjadi boomerang untukku. ada apa denganku?
****
akhirnya setelah tiga hari berdiam diri di rumah karena sakit akhirnya el pun berniat untuk sekolah. tapi anehnya pagi buta sekali dia melarangku membawa motor dia bilang sih ingin menjemputku. dan benar saja pukul 06:15 el sudah berdiri di gerbang rumah ku. Ada yang beda sweater biru yang melapisi seragam putih abunya membuatnya tampak tampan. Ahh apa sih aku ini, mengapa ku jadi mengkomentari nya?
Tapi dia tidak membawa alat transportasi apapun sepengelihatanku. apa mungkin dia ingin mengajakku berjalan kaki sampai sekolah? ah tidaak bisa bisa betisku membengkak.
"Pagi daffa.."
"pagi juga ellias, el kita mau kesekolah jalan kaki? Yang bener aja?"
"ya enggalah daf, bentar gue tunjukin sesuatu." el pergi ke balik gerbang disusul aku yang mengikutinya.
"jreng jreeng. Kita kesekolah naik sepeda!" jelas ellias.
"haha, sekarang mah lu yang bonceng gue ah, waktu smp kan gue yang bonceng lu! Deal?"
"oke siapa takut! Deal!"
Setelah melalui kesepakatan akhirnya kami pun berangkat menuju sekolah. disana sudah ada shifa yang masih juga sibuk dengan karya ilmiahnya. Beberapa hari ini kami jadi jarang pergi bertiga, pasti saja hanya aku dan el. Saat el sakit pun dia tidak sempat menjenguk. Padahal aku ingin sekali menghabiskan waktu bertiga dengan el dan shifa.
"shifa sibuk banget ya? gue sama el pengen maen sama lu."
"iya daffa, maaf ya tenang aja satu minggu lagi kok. Gue ke lab ipa dulu ya. Dadaah!"
"iya iya."
Huh, seminggu itu kan bukan waktu yang sebentar. entah kenapa mood ku tiba tiba jelek, hawanya ingin terus cemberut. Aku merasa rasa bosan sedikit demi sedikit mendekat dan akan menyergapku. Ah biarlah aku pun tak dapat melakukan apa apa.
Tiba tiba ada seseorang yang masuk ke kelas sweater merah hati itu, fathir. Oh tuhan dia menghampiri ku.
"fa, pas acara study tour nanti lu di bus berapa?"
"bus 6 kenapa emangnya?"
"ooh gapapa kok, cuma nanya. Thanks ya!"
Dia ke kelasku untuk bertanya tentang bus? Aah senangnya hatiku ini. Mood ku langsung berubah menjadi gembira. Asiik!

****
minggu ini nampaknya aku tak dapat pergi kemana-mana. Badanku semalaman ini panas sekali, jadi mama menyarankan agar aku tetap tinggal di rumah. Padahal hari ini ada acara keluarga yang cukup penting, tapi apa boleh buat. Aku ditinggal sendiri tanpa seorang pun yang menemaniku.
"gue boseen" ucapku lirih sambil memegang kepalaku yang sakit.
Aku terus diam di tempat tidur, tiba-tiba terfikir ide untuk ke luar menghirup udara segar mumpung masih pagi. Saat ku buka jendela kamarku, ku perhatikan setiap sudut yang terlihat dari jendela kamarku itu. Aah tak ada siapa siapa sepi sekali hanya suara kendaraan yang hilir mudik di jalan. Tiba tiba ku dengar suara yang memanggil namaku. Arah datangnya dari bawah.
"el? Ngapain lu disini?" aku berteriak sambil melambaikan tangan yang mengisyaratkan agar el masuk ke rumahku.
3 menit kemudian el tiba di kamarku dan langsung melempar tas ke tempat tidurku. Baju putih abu nya masih rapi seperti baru di strika.
"ga sekolah?"
"bolos, gue mau nemenin lu fa. Kasian kan kalo sahabat gue yang paling gue sayang ini dibiarin di rumah sendirian."
"tapi kaan.."
"udah nyantai aja."
Akhirnya kami sepakat untuk bermain congklak. Aku yang sedang sakit pun merasa baik setelah kami tertawa bersama.
Semoga ini bukan yang terakhir kalinya aku dan el dapat seperti ini.
Sudah pukul 7 malam tapi keluargaku belum pulang juga. El pun masih menemaniku. 
"ngantuk el.."
"ya udah tidur aja gue tunggu ampe lu tidur baru gue balik."
Dan benar saja apa yang dia katakan. Dia belum pulang jika aku belum terlelap. Tapi aku tau dia membelai rambutku penuh kasih sayang dia kecup keningku seakan akan ini hari terakhir kami bertemu. Dan dia mengucapkan 'selamat tinggal daffa, get well soon ya, gue sayang lu'
entah mengapa malam ini aku merasa rindu sekali pada el, padahal hari ini aku bersamanya. dan entah mengapa malam ini kembali aku bermimpi tentang sosok lelaki yang tengah berdiri di sudut ruang gelap itu. Tapi kali ini dia mengeluarkan suaranya yang terdengar lirih, seakan berada dalam kepiluan dan kerinduan yang tak mampu terelakan olehnya. Aku miris mendengarnya, ingin ku hampiri ku tanya ada apa dengannya, tapi rasa takut ini terus menerus menyanderaku. Aku takut untuk ke sana, aku takut untuk menemuinya. Aah, entahlah yang jelas aku penasaran dan aku merasa harus menemuinya.
Langkah demi langkah ku pijakkan di ruangan ini, menyusuri setiap misteri yang tersirat lewat suara nya. Suara itu semakin jelas! Jelas! Suara itu seperti sering ku dengar, seringku berkutat dengan suara itu. Tapi siapa? Siapa pemilik suara itu?
Sekarang aku berada tepat di belakangnya, tanganku gemetar saat ku angkat sedikit demi sedikit untuk memegang bahunya. Tapi sebelum ku memegangnya..
"Ellias.." aku kaget saat dia membalikkan badannya. Dia sahabatku, sahabat yang sangat aku sayang. Tapi mengapa dia bersuara lirih? Mengapa dia ada disini? Mengapa dia hanya seorang diri disini?
Aku masih terdiam tak percaya bahwa orang dalam mimpiku selama ini adalah dia.
Dari sini baru ku sadar, dia tak seceria yang aku lihat, dia tak setegar yang aku rasa. Banyak pertanyaan yang menusuk langsung menuju batinku, tapi aku tak dapat mengucap apapun.
Keberanian harus ku kumpulkan, harus ku kumpulkan. Aah ya, ya harus..
"lu kenapa el?" tanyaku seraya mencoba menggenggam tangannya. Berhasil, berhasil ku genggam tapi..
"el!! Lu kenapa el?! Bangun ellias bangun!"dia terkapar lemas tak sadarkan diri di pelukanku. Sekujur tubuhnya dingin dan lemas. Dan tiba-tiba aku terjaga.

Ya Tuhan mimpi itu nampak nyata bagiku. Ellias.. Ya aku harus menanyakan keadaannya segera.
Aku mengambil hp ku yang berada di meja. Tak peduli betapa sakitnya kepalaku saat itu, yang ada dalam fikiranku hanya el, ellias sahabatku.
Ku rapatkan jemariku pada handphone ku dan ku sentuh tombol tombol untuk segera mencari kontak el.
"ketemu!" ucapku kecil. Segera ku hubungi nomer itu berharap tak terjadi suatu apapun pada el.
Tapi entah mengapa nomernya sibuk sibuk dan sibuk.
Tuhan aku takut, aku takut kehilangannya Tuhan..
ak terhenti hanya pada satu usaha, aku bergegas mengambil sweater pink kesayanganku dan berjalan menuju rumah el yang berada tak jauh dari rumahku. Tepat pukul 4:00 aku berlari kesana, tak peduli gelapnya jalan pagi itu, tak peduli betapa lemas tubuh ku ini untuk berlari. Karna yang ada difikiranku hanya satu, aku harus menemui el.
15 menit kemudian aku telah berdiri berada di depan pagar rumahnya. Ku tengok ke sebelah kiri, ku lihat ada satpam yang sedang berjaga disana. Ku hampiri beliau untuk bertanya.
"permisi pak, keluarga ellias ada tidak ya pak di dalam?" tanyaku
"mereka kan sudah pergi ke singapur tadi malam."
"singpur? Untuk apa?"
"entahlah."
"boleh saya masuk ke dalam pak?"
"oh ya silakan."
aku mulai memasuki rumah el sambil terus bertanya tanya mengapa dia pergi tanpa memberi tahu ku? mengapa dia tak mengucapkan selamat tinggal? Hingga tak terasa aku telah ada di depan kamar el. Ku buka pintu kamarnya, dan yang ku temukan kamar itu kosong tak berisi. gitar keramat miliknya pun tak ada, boneka pemberian dariku saat ulangtahun nya yang ke 13 pun tak ada. dan ini menandakan ia akan pergi dalam waktu yang lama. Tak kusangka semuanya begitu cepat.
Aku melihat meja kecil di sebelah tempat tidurnya, meja itu tempat biasanya el menulis, menaruh laptopnya, dan biasanya terpajang fotoku shifa dan dia..
Miris sekali hati ini mengingat betapa seringnya kami menghabiskan waktu bersama. Kini tak ada apa apanya lagi.
Saat ku mendekati meja itu, ada sesuatu yang ku injak. Kemudian ku lihat ke bawah.
"sebuah buku harian?"pikirku.
Kemudian aku duduk di ranjangnya dan membuka halaman demi halaman dari buku itu.
Halaman pertama ku lihat ada fotoku dan dia yang saat itu sedang pergi berwisata, ya aku ingat itu. Ku buka halaman berikutnya dan ku baca satu persatu.
Tiba tiba ada yang mengagetkanku. Di halaman pertengahan el menulis 'gue sayang daffa lebih dari sahabat gue, tapi gue tau gue gaakan pernah bisa sama dia. Karna hidup gue gaakan lama lagi.' oh Tuhan apa maksudnya. Apa maksud dari kata kata hidupnya tak kan lama lagi? Apa itu alasannya pergi?
Ku lanjutkan untuk membaca, 'gue cape jadi penderita kanker hati, gue cape!' rasaku seperti terbesit pisau tajam. Air mataku tumpah membayangkan nya. Dia yang selalu menyemangatiku ternyata tak seberuntungku.
'gue harus pergi meski berat buat ninggalin lu fa.'
Jadi benar adanya dia pergi karna penyakit itu? Tuhan sembuhkan dia, selamatkan dia, jangan ambil dia dariku. Aku, aku, aku pun menyayanginya Tuhan.
Air mata ini semakin deras tercurah. Kini tinggal lembar terakhir yang harus ku buka. 'jika cintaku tak kuasa memilikimu, izinkan aku mendekapmu, menghafal setiap desah nafasmu. Menghafal setiap detak jantungmu. Mencium aroma tubuhmu yang mungkin tak dapat ku temukan lagi.'

Aku berlari keluar ku bawa buku itu dan ku pergi ke taman. Aku menangis sekuat kuatnya. Aku tak rela jika harus kehilangannya aku tak rela!
Disaat aku menangis tiba tiba ada yang menepuk punggungku.
"jangan menangis, el pergi untuk lu." fathir dia datang di hadapku berusaha menenankanku.
"tapi sampai kapan gue harus nunggu? Gue khawatir sama dia, gue takut dia kenapa-napa!" jawabku sambil terus menangis.
"biarin gue jaga lu fa, selama ellias ga ada. kita tunggu dia bareng-bareng. Sama shifa juga."
"tapi..."
"ssst, lu harus yakin, dia pergi untuk kembali."

mulai hari itu aku melakukan aktivitas rutin ku seperti biasa tanpa sosok el. Aku dan shifa itu yang tersisa, meski fathir berusaha menggantikan el di hati kami, tetap tak dapat terganti. Miris memang ketika kita harus kehilangan sahabat yang sudah bertahun-tahun bersama―terlebih aku mengakui bahwa ada rasa yang lebih dari sekedar sahabat.
Hari ini adalah hari kelulusan bagi kami yang sudah duduk di 3 sma. Besok malam sekolahku akan mengadakan prom night. Tapi tak ada semangat sedikitpun bagiku dan shifa. Malah menambah rasa rindu kami pada el, yang tak sedikitpun memberi kabar. Yang ada di fikiranku saat itu apakah el sudah tak ada? Ah seharusnya tak boleh ku berkata seperti itu. Apapun yang terjadi aku harus yakin el sembuh.
****
8 tahun berlalu tanpa kehadiran el yang membuatku semakin bertanya-tanya bagaimana keadaan el? Apakah dia tidak mengingatku samasekali? Terlebih dia yang memiliki perasaan lebih terhadapku?
Tak tahu lah, seharusnya aku tidak memikirkannya lagi, karena besok aku akan menikah dengan fathir, harusnya aku bahagia tapi entah mengapa aku merasa sedih, sedih karena bukan el nanti yang mendampingiku.
Tiba-tiba telfonku berdering.
"iya shif, ada apa?"
"daffa, gue dapet kabar kalo nanti malem el bakal balik kesini!"
Atas pernyataan yang di berikan shifa aku terkejut bukan main, entah apa yang kurasakan, aku bahagia tapi aku juga sedih mengapa baru hari ini mengapa tidak sebulan yang lalu sebelum fathir melamarku.
"apa? emm, nanti malam?"
"iya daffa, katanya pesawatnya take-off jam 8 malem."
"dimana fa?"
"di soe-ta"
"oke thanks fa, I'm really want to meet him, I'm really miss him."
"go baby, go to him, he is your love. I know that."
"thank you shifa, you're my best of the best friend I have."
"okay baby, you also like this."
"oke bye!"
"bye!"

Setelah menutup telfon aku segera pergi mengambil sepeda motorku untuk pergi menjemput el, belum terlambat, ini masih pukul 6 sore. Tak peduli betapa besar hujan malam itu, tapi aku terobos demi el.
Tapi, tak sadar di belakangku sedang ada bus yang melaju kencang, aku tetap santai mengendarai motorku. Hingga saat ku menyadarinya itu adalah tidak mungkin untukku mengelaknya. Dan saat itu juga kecelakaan terjadi.
Aku di bawa ke rumah sakit terdekat dengan tak sadarkan diri. Shifa dan keluargaku segera datang melihat keadaanku.
1 jam kemudian aku sadar dari pingsan ku. Aku sempat bicara pada keluargaku, dan terakhir dengan shifa.
"daffa maafin gue, ide gue bikin lu kaya gini." shifa menangis sambil memelukku.
"gua titip mama sama papa ya, gua juga titip fathir sama el, tapi fa gua boleh minta tolong buat yang terakhir." bicaraku lirih sambil menahan rasa sakit.
"iya apa fa? Apapun gua lakuin buat lu." shifa sudah mengerti bahwa aku sadar pun adalah suatu keajaiban, jadi dia tak mengungkit tentang kata-kata ku tadi.
"tolong ambilkan bolpen dan kertas."
"iya. Ini gua bawa bolpen sm kertasnya." shifa mengeluarkannya dari dalam tas miliknya.
"makasih ya" aku kemudian menulis sebuah surat untuk el, mungkin ini adalah pesan terakhir untuk el.
"tolong kasihin ini sama el ya fa. Trima kasih." aku menghembuskan nafas terakhirku disini, saat ku berjalan mencoba menemukan cintaku. Mungkin inilah yang dinamakan cinta yang tak harus memiliki.

*****
akhirnya hari ini aku kembali ke sini, setelah 8 tahun aku pergi untuk menyembuhkan penyakitku ini. Kini aku dapat bicara mengenai perasaanku yang tak pernah berubah pada daffa. Aku yakin daffa pun memiliki rasa yang sama.
Ternyata pesawat kami take-off lebih cepat 30 menit, jadi pukul 19.30 kami sudah ada di bandara. Aku segera mencari taxi dan meninggalkan keluargaku di bandara. Aku bergegas ke rumah daffa.
Di perjalanan yang ku fikirkan adalah wajah gadis yang manis manja dan menyebalkan, tapi entah mengapa ada perasaan tak enak terselip di hati dan otakku. Ah entahlah yang penting sebentar lagiaku tiba di rumah daffa, dan itu dia rumahnya.
Aku bergegas keluar taxi dan berlari menuju gerbang rumah daffa dalam gerimis malam itu.
Tapi mengapa banyak sekali orang di rumah daffa? Ada apa ini?
Demi mengetahuinya aku berjalan langkah demi langkah dan kini aku ada di depan semua orang, hah? Ada yang meninggal? Siapa?
Itu ada shifa, daffa dimana?
"shifa?"
"el, daffa.." shifa bicara sambil lirih, dan kemudian ia menangis dan menunjuk ke arah jenazah itu.
aku belum pernah menangis sebelumnya. tapi kali ini air mata ini jatuh menetes secara tiba-tiba. betapa besar rasa sayangku padanya. betapa lama penantianku untuk sembuh dari penyakitku ini. semua sia-sia! yang aku tunggu, yang aku nanti, yang aku sayang kini telah pergi meninggalkan aku. bukan untuk sesaat atau untuk mencari sesuatu yang fana. tapi untuk selama-lamanya.
saat terakhir ku peluk dia, ku cium hangat-hangat keningnya yang sudah dingin membeku. kaku terkujur lemas tak berdaya dalam selimut kain putih yang menutupi seluruh permukaan tubuhnya. ini untuk yang terakhir kalinya aku membiasikkan sebuah kalimat di telinganya. yang tak akan mungkin pernah ia dengar. aku menyayangimu..


"el," tegur shifa yang tengah berlutut di belakangku dan memberiku selembar kertas.
"ini surat dari daffa buat lu el, sebelum dia meninggal dia nulis pesan ini buat lu."
"oke thanks ya shif."

Ku buka dan ku baca kata demi kata dari pesan tersebut. Pesan terakhir untukku dari daffa. Semakin menjadijadi air mataku. Tumpah mengalir membasahi pipi dan kertas itu.

Kini aku mengerti semua, semua yang telah membuatku penasaran. Aku dapat lebih tenang dalam menjalani hidupku. Dia memang telah pergi, tapi cintanya tak pernah mati, selalu hidup dalam hati bersama kenangan indah saat dengannya yang selalu melekat dalam memori abadi dalam otak kecilku. Mencintaimu menyayangimu daffa, adalah suatu kebahagian yang tak ternilai adanya.

*****
ellias sahabatku..
Jujur aku rindu sekali hadirmu, dalam hariku hanya dapat ku jumpai bayanganmu. Tak pernah ingin ku lepaskan seluruh kenangan indah denganmu. 8 tahun tak berjumpa adalah waktu yang terlampau untuk membuat hatiku rapuh. Selalu ku berusaha tegar atas kepergianmu, meski aku tau tujuanmu itupun lewat buku harian yang aku temukan di kamarmu. Lewat buku itu pun aku mengerti bahwa kamu memiliki suatu perasaan yang mungkin melebih arti sebuah persahabatan. Dan mungkin itu juga yang ku rasakan padamu sahabatku.
Kebersamaan yang telah kita lalu membuat ku sadar akan arti sebuah kasih sayang. Aku telah memiliki perasaan yang luar biasa untukmu.
Tapi sayang saat kita akan bertemu, takdir berkata lain. Aku harus mendahuluimu menuju tempat yang paling indah di sana.
Teruslah berjalan apa ada nya, jangan sia siakan hidupmu. Jika aku tak dapat memilikimu di dunia ini izinkan aku menunggumu di surga.
Salam sayang, daffa


devina gary oktiana
2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar