Senin, 15 Desember 2014

Peri Kecil yang Sirna (Berbahagialah dalam Kegelapan) #part1 prolog

Jika harus aku memilih, aku ingin lahir sebagai manusia normal seutuhnya. Mempunyai banyak teman, mempunyai mainan yang banyak, dan tentunya mempunyai orang tua. Tapi orang tua mana yang menginginkan aku? Sedang orang tua kandungku saja tega meninggalkanku di pelataran tempat ini. Tempat yang mungkin menjadi satu-satunya tempat yang menerima gadis cacat seperti aku. Tempat yang menjadi alasan untukku tetap merangkai segenap asa serta impian akan masa depan yang indah. 

Aku dilahirkan hanya dengan satu ginjal dengan keadaan hati yang belum sempurna. Sehingga hidupku harus 'selalu' menelan obat. Hingga aku jadikan obatku sebagai satu-satunya sahabat yang dapat meringankan penderitaanku. 

Terkadang aku membenci orang tuaku. Mengapa aku dilahirkan dengan kondisi lemah dan menyedihkan seperti ini? Tapi apa yang dapat aku lakukan? Akupun tak tahu siapa kedua orang tuaku. Kapan aku lahir dan apa nama yang mereka berikan untukku? 

Ibu asuhku di panti ini selalu bicara padaku, "Kamu adalah anugerah Tuhan, Sirna. Bahkan umurmu yang sampai saat ini adalah berkah Tuhan. Tuhan ingin melihatmu bangkit sehingga Ia tidak membenarkan berkataan dokter yang saat itu berkata bahwa bayi ini tidak akan bertahan dalam waktu satu tahun apalagi lebih. Tapi Tuhan menjawab semuanya. Kamu masih ada di sini. Kamu bertahan bukan hanya satu tahun, tapi tiga belas tahun." Begitulah Bunda Lina yang selalu memberiku rintikan semangat ke dalam hatiku. Mungkin tanpa beliau aku tak akan pernah menjadi Sirna yang kuat, Sirna yang tegar. Aku tahu bahwa suatu waktu aku akan mati. Tapi tak inin aku menggantungkan hidupku pada sebuah kematian yang bukan hanya aku saja yang akan menjelangnya. 

Terkadang hatiku bergemuruh menolak kenyataan ini. Tapi disisi lain hatiku mereda karna seperti apapun keadaanku aku dapat menghirup wangi dunia. Aku seperti menghela nafas di dalam ruangan beracun. Aku tak ingin mati karena tidak bernafas, tapi ketika aku bernafas aku mati oleh racun-racun itu. 

Andai di satu sisi aku dapat menjadi seseorang yang tidak hanya berbaring atau duduk di kursi roda. Mungkin aku akan menemukan dunia, mencintai dan menyayangi dunia. Karna yang aku temukan saat ini hanyalah sirna. Sirna yang menyirnakan dunianya sendiri. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar